Warung Bebas
HOME SING IN LOG OUT
SELAMAT DATANG DI WITTO BLOG | TEMPAT NONGKRONG PARA BLOGGER | Voucher Bersama - Witto Blog - Tutorial Blog | SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN | MAAF ATAS KE TIDAK NYAMANANNYA

Sabtu, 09 Oktober 2010

Mengungkap Penyelewengan Fiskal di Bandara (Bagian 5-Habis)

Sabtu, 09 Oktober 2010

'Enggak Ada Urat Takut di Cengkareng'

"TAKUT? Enggak ada urat takut di (bandara) Cengkareng. Kalau takut, jangan main ke bandara. Fiskal kan ribut di koran, di sini aman-aman saja."

Kata-kata itu diucapkan seorang petugas yang malam itu berpakaian preman. Sebelum berita penyimpangan fiskal mendapat sorotan di media massa, ia selalu mengenakan pakaian seragam putih biru.

Media bertemu dengan petugas itu Selasa (17/5) malam di Terminal 2 keberangkatan internasional. Informasi yang diterima Media menyebutkan 'calo fiskal' pindah jam operasi menjadi malam hari karena khawatir dijaring petugas intelijen, setelah inspeksi mendadak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Petugas itu masih berani beroperasi karena memang punya jaringan kuat di Cengkareng (panggilan lain Bandara Soekarno-Hatta). Kali ini, ia mengutamakan melayani 'klien' yang sudah berlangganan. Namun, ia juga menawarkan jasa kepada calon penumpang yang berangkat tengah malam atau dini hari, termasuk kepada Media.

Media yang pura-pura mau berangkat ke China melihat petugas tersebut superhati-hati. Saat disinggung soal berita fiskal yang ramai di koran, ia mengaku tidak takut diciduk polisi. Namun, ketika diberi tahu kemungkinan ada operasi intelijen, petugas tersebut langsung memerhatikan wajah Media. Ia agaknya mulai curiga.

Tidak berapa lama kemudian, ia pergi dan mendekati calon penumpang yang sudah berusia senja. Kemungkinan ia berpikiran tidak mungkin petugas intelijen berusia 60 tahun ke atas.

Saat menyikapi aksi pedagang fiskal yang jelas-jelas merupakan kejahatan, namun sulit diberantas, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Luki Djani menyatakan modus mereka sudah rapi.

Berbeda dengan calo-calo di tempat pengurusan surat izin mengemudi atau di tempat pengurusan surat tanda nomor kendaraan yang langsung menyerbu ketika melihat calon 'klien' datang.

Menurutnya, calo fiskal bekerja dengan sistem. Mereka menguasai jaringan, bahkan bisa menyamarkan diri sehingga tidak tampak sebagai penjaja jasa terlarang.

"Sebenarnya mudah memutus jaringan tersebut. Kunci saja aliran di hulu dan di hilir. Mereka pasti tidak mampu bergerak. Tinggal kemauan saja dari instansi terkait untuk menguncinya," sindirnya.

Sejauh ini, Luki belum melihat ada niat patriotik petugas pajak, meskipun tahu kejujurannya akan menyelamatkan uang negara triliunan rupiah per tahun. "Saya melihat, kelalaian ini tanggung jawab Departemen Keuangan (Depkeu) RI," paparnya.

Dengan mempertahankan sistem usang, departemen yang mengurusi keuangan negara tersebut tetap membuka peluang bagi para pelaku melakukan korupsi di lapangan. "Semestinya mereka (Depkeu) melakukan pengawasan secara berkala. Dengan adanya pengecekan tentu segala penyimpangan di lapangan akan diketahui. Tapi, tindakan itu tidak dilakukan."

Menurutnya, untuk mengendalikan dan mengetahui berapa besar pemasukan negara dari fiskal, sebenarnya sangat mudah. Dengan menggunakan catatan Imigrasi atau Angkasa Pura selaku pengelola bandara, akan diketahui berapa warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan internasional.

Jika ada selisih, hal itu bisa segera dilacak. Tapi, kelihatannya pejabat pajak lebih memilih membela diri ketimbang memperbaiki sehingga kebocoran tetap tidak akan terbendung.

Nah, tawaran untuk mengungkap tuntas justru datang dari Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse dan Kriminal (Tipikor Bareskrim) Polri Brigjen Hindarto.

Hindarto yang juga anggota Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) berjanji segera turun tangan untuk menyelidiki kebocoran uang negara di Bandara Soekarno-Hatta.

Ia menegaskan Polri maupun dirinya berkomitmen menyidik semua bentuk korupsi yang merugikan negara. "Kami memang utamakan menyidik kasus yang merugikan negara dalam jumlah besar. Apalagi, kejahatannya dilakukan secara terus-menerus seperti di bandara itu," ucapnya.

Belum ditentukan kapan mulai beroperasi, namun ia memastikan akan melakukan penyidikan dalam waktu dekat. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Hendarman Supandji yang juga Ketua Timtas Tipikor mendukung apa yang dikatakan Hindarto.

"Tapi sekarang ini, kami sedang bekerja menyidik kasus korupsi di lingkungan istana presiden, 16 BUMN, serta empat departemen yang ada, sesuai instruksi presiden," kata Hendarman kepada Media.

Menurut anggota DPR Rama Pratama, sudah semestinya aparatur penegak hukum segera bergerak untuk membongkar penyelewengan fiskal di beberapa bandara.

Anggota Komisi XI ini melihat Direktorat Jenderal Pajak kurang tanggap atas kebocoran-kebocoran yang terjadi di lapangan. Padahal, praktik fiskal murah atau membebaskan fiskal orang yang tidak berhak memungkinkan potensial loss sangat besar.

"Sebesar 80% pendapatan pajak menjadi andalan pendapatan negara. Kalau bocor di bawah, bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan negara," katanya.

Rama berpendapat banyaknya penyimpangan terjadi di lapangan disebabkan belum ada sistem yang membuat wajib pajak seminimal mungkin bertemu petugas. Ia menyarankan sebaiknya dalam sistem pembelian fiskal atau pembayaran pajak menggunakan sistem komputerisasi.

"Jika tidak segera dibenahi, semakin besar kemungkinan negara kehilangan sumber pendapatan potensial. Uang yang semestinya masuk ke dalam kas negara, malah menguap tidak jelas ujung pangkalnya," terangnya.

Wakil Ketua Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) Meity Robot sependapat dengan Luki Djani dari ICW bahwa kelemahan pengawasan Depkeu yang menyebabkan praktik 'fiskal bawah tangan' merajalela.

Menurutnya, kegiatan ini bukan hal baru di lingkungan pariwisata. "Kalau dibiarkan terus-menerus, negara kita akan rugi besar. Sistem yang berlaku sekarang membuka kesempatan untuk orang-orang tertentu melakukan korupsi," katanya.

Ketika disinggung bahwa petugas tour leader juga sering memanfaatkan peluang tersebut, Meity mengingatkan jangan terlalu menyalahkan pihak pariwisata karena tindakan tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja.

Senada dengan Rama, Wakil Ketua MPI ini menegaskan Depkeu yang mengelola masalah fiskal segera memperbaiki sistem. Selain itu harus melakukan pengawasan ketat untuk meminimalisasi kebocoran di tingkat bawah.

"Bayangkan saja, jika ada 100 penumpang dalam satu penerbangan ke luar negeri, sebanyak 20 orang tidak membeli fiskal maka negara kita sudah kehilangan Rp20 juta. Padahal di Bandara Soekarno-Hatta banyak sekali maskapai penerbangan yang melayani perjalanan internasional. Belum dari bandara lain," ungkapnya memberi perbandingan. (Yes/San/Rdn/Cr-43/X-9)

Cari Artikel Lainnya Disini
Custom Search

Bagi yang ingin belajar PHP / HTML / MySQL dengan sangat mudah sambil langsung praktek dalam waktu yang singkat,di tuntun dengan tutorial video yang di rancang khusus dan mudah di mengerti, Witto Mengajak anda belajar DISINI.

0 komentar:

Posting Komentar

Comment Yuk Biar Lebih Seru....

Prev Prev Home
 

Follow

Buku Tamu No Link